Santoso menjadi teroris paling diburu di Indonesia. Lelaki berjenggot kelahiran 1967 itu saat ini menjadi pemimpin Mujahiddin Indonesia Timur (MIT) yang berbaiat kepada pemimpin Islamic State of Iraq and Levant (ISIS), Abu Bakar Al-Baghdadi.
Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengatakan, adalah Santoso, Abu Tholut, dan Ustadz Yasin berada di balik berdirinya gerakan tersebut pada 2010-2011.
"Abu Tholut datang ke Poso untuk berdakwah. Dia bertemu dengan Ustaz Yasin dan Santoso. Dalam pertemuan itu keduanya mengeluh bahwa situasi jihad di Poso sedang lesu. Maka muncullah kembali gagasan menghidupkan cita-cita mendirikan negara Islam di Poso," kata Ansyaad dalam 'Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia'.
Gagasan itu lalu diterima. Santoso, Abu Tholut, serta Yasin mempersiapkan segala perangkat kebutuhan kelompok. Salah satunya adalah pelatihan militer yang merekrut individu-individu yang kelak menjadi bagian dari jihadis.
Menilik catatan ke belakang, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, saat masih menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) sedikit tak percaya Santoso menjadi lelaki yang menakutkan dan paling dicari saat ini.
Tito yang pernah bertugas sebagai Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror, sempat memeriksa Santoso pada 2005. Kala itu Santoso sempat tertangkap dalam kasus perampokan mobil boks pada 2004.
"Dari karakter sendiri, sebetulnya dari pemeriksaan kami pada 2005, saat dia ditangkap, dia sebetulnya bukan ideolog, bukan ahli strategi yang baik,” kata Tito kepada Liputan6.com, di kawasan Pengunungan Napu, Poso, Sulawesi Tengah, Senin 4 April 2016.
Bukan tanpa alasan Tito berkata demikian. Dia adalah orang yang bertugas dalam operasi pemberantasan terorisme di Poso pada periode 2004 hingga 2007. Tito bahkan menuliskan hasil operasi tersebut menjadi sebuah buku berjudul Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso.
Sepak terjang Santoso di awal 2000 memang tak begitu mencengangkan. Lelaki yang lahir dari keluarga transmigran ini tercatat sekali berbuat onar pada 2004. Ia melakukan perampokan mobil boks untuk fa'i (mengambil harta untuk kepentingan perang).
Perampokan itu tak serta membuat namanya dikenal polisi. Santoso yang lahir dari keluarga miskin ini juga tak begitu menonjol di kalangan kelompok bersenjata Konflik Poso.
Rabu 25 Mei 2011, menjadi monumen perang pertama yang ditabuh Santoso alias Abu Wardah kepada polisi. Lelaki yang punya nama alias Abu Jafar alias Anto alias Jafar ini melakukan aksi perampokan di tengah keramaian di depan Bank Central Asia (BCA) Palu.
Peluru kaliber 5,56 milimeter pun melesat ke dada dan perut Januar Yudistira Pranara dan Andi Irbar Prawiro. Kedua korban merupakan polisi yang sedang bertugas di sekitar kantor bank itu. 2 pucuk senjata dibawa kabur mereka.
Namun, pelarian keduanya tidak berlangsung lama. Polisi membekuk keduanya dalam hitungan jam. Pengembangan penyidikan, polisi mengejar dan menembak mati 2 kelompok Santoso, Fauzan dan Faruq.
Andi Baso Thahir alias Ateng, salah satu teman semasa tergabung dalam kelompok bersenjata di Konflik Poso tahun 2000, menjelaskan Santoso bukanlah orang yang menonjol dalam kelompok. Pria yang tak tamat Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah itu dikenal Ateng hanya punya satu keahlian, yakni membaca peta.
Kemampuan tersebut, kata Ateng, didukung hobi Santoso naik gunung. Sebab, Santoso punya latar belakang keluarga petani yang terbiasa mendatangi lahan di daerah perbukitan. "(Jadi) Dia punya keahlian itu," kata Ateng saat ditemui Liputan6.com, di Dusun Tokorondo, Poso.
Ateng menerangkan Santoso adalah lelaki yang sangat santun. Sikap kerasnya hanya ditujukan terhadap lawan gerilya semasa konflik, yakni kelompok Nasrani. Ateng ingat sikap santun Santoso ini bahkan tak hilang saat keluar dari penjara.
Ia bahkan kerap bertemu dan bertegur sapa. Dalam kurun 2004 hingga 2006, kata Ateng, ia beberapa kali bertemu saat Santoso sedang berjualan buku, pupuk, dan golok dengan sepeda motor. Santoso dikenal gigih dan tekun mencari nafkah untuk keluarganya.
Kurun 2007 hingga 2011, Ateng sempat tak bertemu dengan Santoso. Sejumlah teman eks kelompok bersenjata di Konflik Poso pun sempat mencari tahu ke mana Santoso pergi. Maklum, kata Ateng, mereka terbiasa salat Asar berjemaah di wilayah Tokorondo, yang merupakan bekas basis militan muslim selama konflik.
Tiba-tiba nama Santoso terpampang dalam daftar pencarian orang yang dirilis polisi. Ateng kaget, sebab kawan lamanya itu terlibat dalam penembakan polisi di depan Bank BCA Palu, 24 Mei 2011. "Begitu muncul lagi, namanya muncul di kasus BCA," ucap Ateng.
Lelaki yang diingatnya bertutur kata lemah lembut itu, kata Ateng, berubah drastis menjadi sosok ekstrem dan menakutkan. Ateng tak habis pikir apa yang mendorong Santoso berbuat nekat menembak polisi saat situasi aman terkendali.
Alchaidar, pengamat terorisme lulusan Universitas Indonesia, mengatakan jejak ekstrem Santoso sebenarnya sudah terlacak sejak awal 1990-an. Bekas anggota Negara Islam Indonesia (NII) ini menyebut Santoso sempat mendapat gemblengan pemahaman agama dari Abu Husna alias Hambali, yang dikenal sebagai salah satu pentolan JI.
Bahkan, Santoso disebut Alchaidar sempat menjalani pelatihan militer di Mindanau, Filipina.
Serangkaian aksi lain pun dilakukan Santoso. Penculikan polisi, bom di kantor polisi, serta penyerangan terhadap iring-iringan mobil patroli Brimob yang melintas di Desa Kalora, Poso Pesisir. Aksi ini dilakukan bukan tanpa tujuan. Sebaliknya, Santoso hendak menunjukkan siapa dirinya dan siapa musuhnya.
Pemerintah pun merespons perlawanan Santoso. Jenderal Tito Karnavian mengatakan Santoso telah menjadi simbol dari kelompok yang melawan negara. Oleh karena itu, Tito bertutur, operasi perburuan terhadap Santoso menjadi penting.
Bukan semata untuk menumpas para perusuh di tanah Poso. Sebaliknya, sebagai sebuah langkah yang harus diambil negara dalam menegakan kedaulatan, "Oleh karena itu, penanganan terhadap Santoso sangat penting. Sekali lagi karena simbolnya. Karena menjadi simbol negara melawan kelompok ini," ucap Tito.
Berikut ini keterlibtan Santoso dalam sejumlah peristiwa:
2011
1. Penembakan Anggota Polri di Bank BCA Palu, 25 Mei 2011
2012
2. Peledakan Bom di Rumah warga di Korowouw, 22 Februari 2011
3. Penembakan Hasman Sao di Desa Masani, 7 November 2012
4. Pembunuhan 2 anggota Polri Andi Sapa dan Sudirman, 16 November 2012
5. Peledakan Bom (Kawua) di rumah Okrifel Mamuaja, 9 November 2012
6. Bom Pos Lantas Smaker, 22 November 2012
7. Penembakan Noldy Ombolado, 27 Agustus 2012
8. Kontak Penangkapan Kholid Tobingo, 3 November 2012
9. Penyerangan Polsek Poso Pesisir Utara, 15 November 2012
10. Penyerangan Patroli Brimob di Kalora, 20 Desember 2012
11. Bom Pos Natal Pasar Sentral Poso, 25 Desember 2012
2013
12. Bom Bunuh diri Polres Poso, 3 Juni 2013
13. Temuan bom Pipa di Jalan Pulau Irian, 2 Maret 2013
14. Temuan Bahan Bom Urea Nitrat sebanyak 7 jeriken @30 Liter
15. Bom di Mapolres Palu, 14 Mei 2013
16. Bom di Mapolsek Paltim, 18 Mei 2013
2014
17. Penembakan Mapolsek Poso Pesisir Utara, Juni 2014
18. Bom di depan Pos Polmas Pantango Lembah, 24 Februari 2014
19. Bom Pantango lembah (Bom Tangki seprot Hama), 25 Februari 2015
20. Bom di Dewua, 9 Oktober 2014,
21. Penyerangan Mobil Taktis Brimob di Jl Tangkura, 7 November 2014
22. Penembakan Amir alias Cama, 2 Juni 2014
23. Penculikan 2 warga di Sedoa, 15 Desember 2014
24. Penculikan 3 warga Tamadue
25. Pembunuhan Fadly (alm) di Taunca, 18 September 2014
2015
26. Pembunuhan 3 warga di Taunca, 16 Januari 2015
27. Pembunuhan 3 warga Sausu, 16-17 September 2015
28. Penembakan Iptu Bryan, 17 Agustus 2015
29. Penembakan Serma Zainudin, 29 November 2015
2016
30. Penembakan Brigadir Wahyudi Saputra (alm) di Sanginora, 9 Februari 2016