<<<< SELAMAT DATANG DI BLOG PT.BESTPROFIT FUTURES CABANG BANDUNG >>>>

Senin, 24 Juni 2013

5 Sektor bisnis yang tak terpengaruh dampak negatif kenaikan BBM



SETELAH sekian lama menjadi wacana akhirnya pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pengumuman kenaikan harga BBM secara resmi disampaikan oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Jumat (21/6) tepat pukul 22.00 di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
"Harga Premium menjadi Rp 6.500 per liter. Solar menjadi Rp 5.500 per liter. Mulai berlaku serentak di seluruh Indonesia pada Sabtu (22/6) pukul 00.00 WIB," ujarnya di Kemenko, Jakarta, Jumat (21/6).
Kenaikan harga BBM ini membuat kondisi perekonomian bergejolak. Bahkan, jauh sebelum pengumuman resmi, beberapa sektor sudah mulai menunjukkan tanda-tanda terkena dampak buruk dari kenaikan harga BBM. Salah satunya harga pangan yang mulai merangkak naik.
Beberapa sektor terkena dampak negatif dari kebijakan ini. Namun, ada beberapa sektor yang tidak terlalu terpengaruh dan tidak mengalami dampak negatif dari kebijakan kenaikan harga BBM. Berikut sektor-sektor yang dinilai tak terkena dampak negatif kenaikan BBM.
1. Pasar modal
Kenaikan harga BBM bersubsidi justru berdampak positif pada kinerja pasar modal di tengah kondisi lesunya ekonomi dunia saat ini. Investor lebih mendapat kepastian.
"Kenaikan BBM positif untuk pasar modal," ujar Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di The Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (19/6).
BEI memang menunggu kepastian kenaikan harga BBM oleh pemerintah. Sebab, jika dibiarkan terlalu lama, justru berdampak negatif pada perdagangan saham di lantai bursa.
"Berlarutnya kenaikan harga BBM ini dapat mendorong adanya kekhawatiran dari pelaku pasar," jelas dia.
2. Ritel dan pusat belanja
Asosiasi Pusat Belanja Indonesia (APBI) menyatakan kenaikan harga BBM dipastikan tidak akan mengurangi pangsa pasar bagi pusat perbelanjaan dan pedagang ritel. Pasalnya, saat ini pusat perbelanjaan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat.
"Kan di awal tahun sudah ada kenaikan TDL, itu juga tidak menurunkan pengunjung, malah pengunjung semakin bertambah. Kenaikan BBM ini juga palingan tidak akan penurunan yang tajam," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, tingginya minat pengunjung membantu pengusaha pusat perbelanjaan dalam pengelolaan bisnisnya. Sebab, keuntungan yang didapat bisa digunakan untuk memperbaiki sektor infrastruktur yang dimilikinya.
3. Properti
Manajemen PT Intiland Development Tbk (DILD) menyatakan kenaikan BBM tidak berpengaruh besar pada kinerja perseroan ke depan. Menurut Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi DILD, Archied Noto Pradoni, selain kenaikan BBM, perseroan juga tidak khawatir dengan kenaikan suku bunga acuan BI.
Alasannya, sektor properti bergerak membidik pangsa pasar kelas menengah yang saat ini cukup kuat akan tekanan kondisi ekonomi dalam negeri.
"Kenaikan BBM hanya berdampak short time saja sehingga tidak terlalu berpengaruh," ujarnya usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Intiland Tower, Jakarta, Selasa (18/6).
Menurut Archied, masyarakat sudah mengetahui akan adanya kenaikan BBM dan BI Rate sehingga hal ini sudah diantisipasi baik oleh konsumen maupun pelaku usaha. Sedangan kenaikan harga penjualan, perseroan sudah rutin menaikkan harga setiap tahunnya.
4. Industri
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja industri. Hanya sedikit pengaruhnya ke distribusi, namun bisa dikendalikan.
Dari simulasi Kemenperin, kenaikan ongkos produksi akibat kenaikan BBM bersubsidi tidak sampai 2 persen dalam biaya distribusi. Kenaikan pun diperkirakan tidak akan lama.
"Sudah kita hitung palingan kenaikan hanya kira-kira 1,2 persen. Ini kenaikan memang ada dalam 2-3 minggu dan hanya sementara tapi nanti akan turun lagi," ujarnya usai acara Kadin di Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (18/6). Menurut Hidayat, kenaikan BBM hanya berdampak kecil terhadap biaya produksi.
Emiten tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) mengaku kenaikan BBM subsidi tidak mempengaruhi kinerja operasional perseroan. Pasalnya, perusahaan ini mengaku sejak lama menggunakan BBM industri sesuai harga pasar dunia.
"Kami optimis tidak akan mengurangi produksi tekstil dan garmen walaupun BBM naik," ujar Direktur Utama SRIL, Iwan Setiawan saat konferensi pers di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, beberapa waktu lalu.
5. Transportasi
Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi tentunya berdampak buruk di berbagai sektor. Namun, nyatanya tidak semua sektor mengalami kerugian pasca kenaikan BBM.
Perusahaan transportasi PT Eka Sar Lorena Transport Tbk menilai kenaikan BBM malah memberikan dampak positif bagi perusahaannya. Sebab, pasca kenaikan harga BBM masyarakat diprediksi akan beralih ke angkutan umum.


http://www.bestprofit-futures.info/

SETELAH sekian lama menjadi wacana akhirnya pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pengumuman kenaikan harga BBM secara resmi disampaikan oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Jumat (21/6) tepat pukul 22.00 di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
"Harga Premium menjadi Rp 6.500 per liter. Solar menjadi Rp 5.500 per liter. Mulai berlaku serentak di seluruh Indonesia pada Sabtu (22/6) pukul 00.00 WIB," ujarnya di Kemenko, Jakarta, Jumat (21/6).
Kenaikan harga BBM ini membuat kondisi perekonomian bergejolak. Bahkan, jauh sebelum pengumuman resmi, beberapa sektor sudah mulai menunjukkan tanda-tanda terkena dampak buruk dari kenaikan harga BBM. Salah satunya harga pangan yang mulai merangkak naik.
Beberapa sektor terkena dampak negatif dari kebijakan ini. Namun, ada beberapa sektor yang tidak terlalu terpengaruh dan tidak mengalami dampak negatif dari kebijakan kenaikan harga BBM. Berikut sektor-sektor yang dinilai tak terkena dampak negatif kenaikan BBM.
1. Pasar modal
Kenaikan harga BBM bersubsidi justru berdampak positif pada kinerja pasar modal di tengah kondisi lesunya ekonomi dunia saat ini. Investor lebih mendapat kepastian.
"Kenaikan BBM positif untuk pasar modal," ujar Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di The Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (19/6).
BEI memang menunggu kepastian kenaikan harga BBM oleh pemerintah. Sebab, jika dibiarkan terlalu lama, justru berdampak negatif pada perdagangan saham di lantai bursa.
"Berlarutnya kenaikan harga BBM ini dapat mendorong adanya kekhawatiran dari pelaku pasar," jelas dia.
2. Ritel dan pusat belanja
Asosiasi Pusat Belanja Indonesia (APBI) menyatakan kenaikan harga BBM dipastikan tidak akan mengurangi pangsa pasar bagi pusat perbelanjaan dan pedagang ritel. Pasalnya, saat ini pusat perbelanjaan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat.
"Kan di awal tahun sudah ada kenaikan TDL, itu juga tidak menurunkan pengunjung, malah pengunjung semakin bertambah. Kenaikan BBM ini juga palingan tidak akan penurunan yang tajam," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, tingginya minat pengunjung membantu pengusaha pusat perbelanjaan dalam pengelolaan bisnisnya. Sebab, keuntungan yang didapat bisa digunakan untuk memperbaiki sektor infrastruktur yang dimilikinya.
3. Properti
Manajemen PT Intiland Development Tbk (DILD) menyatakan kenaikan BBM tidak berpengaruh besar pada kinerja perseroan ke depan. Menurut Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi DILD, Archied Noto Pradoni, selain kenaikan BBM, perseroan juga tidak khawatir dengan kenaikan suku bunga acuan BI.
Alasannya, sektor properti bergerak membidik pangsa pasar kelas menengah yang saat ini cukup kuat akan tekanan kondisi ekonomi dalam negeri.
"Kenaikan BBM hanya berdampak short time saja sehingga tidak terlalu berpengaruh," ujarnya usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Intiland Tower, Jakarta, Selasa (18/6).
Menurut Archied, masyarakat sudah mengetahui akan adanya kenaikan BBM dan BI Rate sehingga hal ini sudah diantisipasi baik oleh konsumen maupun pelaku usaha. Sedangan kenaikan harga penjualan, perseroan sudah rutin menaikkan harga setiap tahunnya.
4. Industri
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja industri. Hanya sedikit pengaruhnya ke distribusi, namun bisa dikendalikan.
Dari simulasi Kemenperin, kenaikan ongkos produksi akibat kenaikan BBM bersubsidi tidak sampai 2 persen dalam biaya distribusi. Kenaikan pun diperkirakan tidak akan lama.
"Sudah kita hitung palingan kenaikan hanya kira-kira 1,2 persen. Ini kenaikan memang ada dalam 2-3 minggu dan hanya sementara tapi nanti akan turun lagi," ujarnya usai acara Kadin di Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (18/6). Menurut Hidayat, kenaikan BBM hanya berdampak kecil terhadap biaya produksi.
Emiten tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) mengaku kenaikan BBM subsidi tidak mempengaruhi kinerja operasional perseroan. Pasalnya, perusahaan ini mengaku sejak lama menggunakan BBM industri sesuai harga pasar dunia.
"Kami optimis tidak akan mengurangi produksi tekstil dan garmen walaupun BBM naik," ujar Direktur Utama SRIL, Iwan Setiawan saat konferensi pers di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, beberapa waktu lalu.
5. Transportasi
Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi tentunya berdampak buruk di berbagai sektor. Namun, nyatanya tidak semua sektor mengalami kerugian pasca kenaikan BBM.
Perusahaan transportasi PT Eka Sar Lorena Transport Tbk menilai kenaikan BBM malah memberikan dampak positif bagi perusahaannya. Sebab, pasca kenaikan harga BBM masyarakat diprediksi akan beralih ke angkutan umum.
- See more at: http://www.atjehpost.com/meukat_read/2013/06/23/56628/17/7/5-Sektor-bisnis-yang-tak-terpengaruh-dampak-negatif-kenaikan-BBM#sthash.SleSuTsH.dpuf
SETELAH sekian lama menjadi wacana akhirnya pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pengumuman kenaikan harga BBM secara resmi disampaikan oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Jumat (21/6) tepat pukul 22.00 di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
"Harga Premium menjadi Rp 6.500 per liter. Solar menjadi Rp 5.500 per liter. Mulai berlaku serentak di seluruh Indonesia pada Sabtu (22/6) pukul 00.00 WIB," ujarnya di Kemenko, Jakarta, Jumat (21/6).
Kenaikan harga BBM ini membuat kondisi perekonomian bergejolak. Bahkan, jauh sebelum pengumuman resmi, beberapa sektor sudah mulai menunjukkan tanda-tanda terkena dampak buruk dari kenaikan harga BBM. Salah satunya harga pangan yang mulai merangkak naik.
Beberapa sektor terkena dampak negatif dari kebijakan ini. Namun, ada beberapa sektor yang tidak terlalu terpengaruh dan tidak mengalami dampak negatif dari kebijakan kenaikan harga BBM. Berikut sektor-sektor yang dinilai tak terkena dampak negatif kenaikan BBM.
1. Pasar modal
Kenaikan harga BBM bersubsidi justru berdampak positif pada kinerja pasar modal di tengah kondisi lesunya ekonomi dunia saat ini. Investor lebih mendapat kepastian.
"Kenaikan BBM positif untuk pasar modal," ujar Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di The Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (19/6).
BEI memang menunggu kepastian kenaikan harga BBM oleh pemerintah. Sebab, jika dibiarkan terlalu lama, justru berdampak negatif pada perdagangan saham di lantai bursa.
"Berlarutnya kenaikan harga BBM ini dapat mendorong adanya kekhawatiran dari pelaku pasar," jelas dia.
2. Ritel dan pusat belanja
Asosiasi Pusat Belanja Indonesia (APBI) menyatakan kenaikan harga BBM dipastikan tidak akan mengurangi pangsa pasar bagi pusat perbelanjaan dan pedagang ritel. Pasalnya, saat ini pusat perbelanjaan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat.
"Kan di awal tahun sudah ada kenaikan TDL, itu juga tidak menurunkan pengunjung, malah pengunjung semakin bertambah. Kenaikan BBM ini juga palingan tidak akan penurunan yang tajam," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, tingginya minat pengunjung membantu pengusaha pusat perbelanjaan dalam pengelolaan bisnisnya. Sebab, keuntungan yang didapat bisa digunakan untuk memperbaiki sektor infrastruktur yang dimilikinya.
3. Properti
Manajemen PT Intiland Development Tbk (DILD) menyatakan kenaikan BBM tidak berpengaruh besar pada kinerja perseroan ke depan. Menurut Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi DILD, Archied Noto Pradoni, selain kenaikan BBM, perseroan juga tidak khawatir dengan kenaikan suku bunga acuan BI.
Alasannya, sektor properti bergerak membidik pangsa pasar kelas menengah yang saat ini cukup kuat akan tekanan kondisi ekonomi dalam negeri.
"Kenaikan BBM hanya berdampak short time saja sehingga tidak terlalu berpengaruh," ujarnya usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Intiland Tower, Jakarta, Selasa (18/6).
Menurut Archied, masyarakat sudah mengetahui akan adanya kenaikan BBM dan BI Rate sehingga hal ini sudah diantisipasi baik oleh konsumen maupun pelaku usaha. Sedangan kenaikan harga penjualan, perseroan sudah rutin menaikkan harga setiap tahunnya.
4. Industri
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja industri. Hanya sedikit pengaruhnya ke distribusi, namun bisa dikendalikan.
Dari simulasi Kemenperin, kenaikan ongkos produksi akibat kenaikan BBM bersubsidi tidak sampai 2 persen dalam biaya distribusi. Kenaikan pun diperkirakan tidak akan lama.
"Sudah kita hitung palingan kenaikan hanya kira-kira 1,2 persen. Ini kenaikan memang ada dalam 2-3 minggu dan hanya sementara tapi nanti akan turun lagi," ujarnya usai acara Kadin di Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (18/6). Menurut Hidayat, kenaikan BBM hanya berdampak kecil terhadap biaya produksi.
Emiten tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) mengaku kenaikan BBM subsidi tidak mempengaruhi kinerja operasional perseroan. Pasalnya, perusahaan ini mengaku sejak lama menggunakan BBM industri sesuai harga pasar dunia.
"Kami optimis tidak akan mengurangi produksi tekstil dan garmen walaupun BBM naik," ujar Direktur Utama SRIL, Iwan Setiawan saat konferensi pers di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, beberapa waktu lalu.
5. Transportasi
Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi tentunya berdampak buruk di berbagai sektor. Namun, nyatanya tidak semua sektor mengalami kerugian pasca kenaikan BBM.
Perusahaan transportasi PT Eka Sar Lorena Transport Tbk menilai kenaikan BBM malah memberikan dampak positif bagi perusahaannya. Sebab, pasca kenaikan harga BBM masyarakat diprediksi akan beralih ke angkutan umum.
- See more at: http://www.atjehpost.com/meukat_read/2013/06/23/56628/17/7/5-Sektor-bisnis-yang-tak-terpengaruh-dampak-negatif-kenaikan-BBM#sthash.SleSuTsH.dpuf

Pasar panik harga emas turun

Harga komoditas emas jatuh bebas kemarin. Terpuruknya harga emas merupakan yang terdalam sejak terakhir pada 1983.
Seperti dilansir dari laman CBSNews.com, komoditas ini merosot USD 140,30 atau Rp 1,35 juta menjadi USD 1.361 atau Rp 13,21 juta per ons atau turun sebesar 9 persen. Total dalam dua hari terakhir, logam ini mengalami penurunan USD 200 atau Rp 1,9 juta per ons atau sekitar 13 persen. Penurunan ini merupakan yang terbesar sejak Februari 2011.
Aksi jual mulai terjadi sejak Jumat, ketika pemerintah Amerika melaporkan penurunan inflasi atau kenaikan harga. Pasalnya, investor sering membeli emas ketika mereka takut akan terjadinya kenaikan harga dan menjualnya ketika mereka melihat inflasi surut.
Maraknya aksi jual emas juga terjadi pada saat Siprus mulai melepas cadangan emasnya untuk membantu memberi suntikan dana pada industri perbankan negaranya. Ini berpotensi diikuti oleh negara di Eropa lainnya seperti Spanyol, Italia dan negara-negara kecil lainnya.
Membanjirnya emas di pasaran membuat permintaan akan logam ini melemah. Setelah penurunan tajam minggu lalu, investor segera menjual dan semakin membludak pada hari Senin lalu.
"Ini adalah bentuk kepanikan, ini tidak direncanakan sama sekali," kata broker komoditas senior RJ O'Brien Futures, Phil Streible.
Kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan di China juga mendorong turun logam industri, harga minyak dan komoditas lainnya.
Emas yang sering dianggap sebagai investasi safe haven. Tempat untuk memarkir uang ketika investor takut akan gejolak di pasar, pengaruh inflasi, pertumbuhan ekonomi yang lemah atau penurunan nilai dolar AS.
Dalam beberapa tahun terakhir emas lebih dipilih investor sebagai instrumen investasi daripada instrumen mata uang dolar karena spekulasi bahwa harga emas akan terus naik. Alasan lain emas menjadi pilihan investor ialah keyakinan bahwa program stimulus ekonomi Federal Reserve akan melemahkan mata uang Amerika Serikat (AS) tersebut.
Perencana logam mulia RBC Capital Markets, George Gero, mengatakan adanya kemungkinan bank sentral Eropa menjual emas menambah kekhawatiran membanjirnya emas di pasaran. Ini menambah dorongan negara-negara untuk tidak menyimpan cadangan emasnya karena akan rugi.
"Sementara itu tidak banyak negara lain yang mau membeli. Di masa lalu anda melihat Meksiko, Rusia, China, Turki dan bank sentral lainnya membeli emas, tetapi sekarang tampaknya ada lebih dari kebutuhan untuk dolar," kata Gero.
Nilai emas telah menurun dari posisi tertingginya baru-baru ini di USD 1.792 pada 4 Oktober dikarenakan prospek ekonomi AS yang membaik. Ini mengurangi daya tarik logam sebagai investasi safe haven. Sejak saat itu nilai emas terus menurun rata-rata USD 431 atau 24 persen.
Beberapa pejabat Federal Reserve juga telah menyerukan untuk mengakhiri dini program pembelian obligasi bank sentral. Jika itu terjadi, kemungkinan akan menyebabkan suku bunga AS meningkat, sehingga dolar AS menjadi lebih kuat. Itu akan memberikan alasan lain bagi pedagang untuk menjual emas.
Harga perak bahkan terjun tajam melebihi emas yakni sebesar 11 persen. Perak turun USD 2,97 sehingga nilainya menjadi USD 23,361 per ons yang mana merupakan harga terendah sejak Oktober 2010.
Nilai logam industri juga menurun akibat koreksi pertumbuhan China dalam tiga bulan pertama tahun ini. Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini hanya tumbuh sebesar 7,7 persen atau menurun dibanding tahun sebelumnya.
Nilai tembaga cenderung mengikuti prospek pertumbuhan global di mana mengalami penurunan USD 7,7 sen atau 2,3 persen menjadi USD 3,27 per pon.
Penurunan harga emas dunia ini dibenarkan oleh PT Aneka Tambang Tbk. (Antam). Perusahaan pertambangan pelat merah tersebut berharap harga emas akan kembali normal akhir tahun nanti.
Pasalnya, penurunan ini berpengaruh pada rencana kerja perseroan. Tahun ini, perseroan menargetkan untuk menjual sekitar tiga ton emas. Jumlah tersebut naik dibanding tahun lalu yaitu 2,8 ton saja.
"Harga sekarang turun, ya memang kalau kita lihat sekarang harga segitu. Memang ada pengaruh, tapi nggak signifikan," ujar Direktur General Affairs dan CSR PT Antam Denny Maulasa kepada merdeka.com.
Menurut Denny, meski tak bisa diprediksi kapan harga emas akan stabil kembali, namun dia berharap akhir tahun ini harga emas dapat membaik. Harga emas dunia diketahui telah menurun tajam pada akhir pekan lalu.

 

http://www.bestprofit-futures.info/ 

Rupiah Senin Pagi Menguat 60 Poin

Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar mata uang rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi bergerak menguat sebesar 60 poin menjadi Rp9.920 dibanding posisi sebelumnya Rp9.980 per dolar AS, menyusul penjagaan BI di pasar uang.
"Rupiah menguat terhadap dolar AS dalam penjagaan BI pagi ini," kata Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih di Jakarta, Senin.
Ia menambahkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang sudah terealisasi naik diperkirakan juga turut membantu. Meski demikian, kebijakan itu menjadi kehilangan momentum, ditambah isu global yang negatif begitu kuat.
Sementara itu, Kepala Riset trust Securities, Reza Priyambada mengatakan terdapat beberapa sentimen positif bagi rupiah yakni salah satunya dari penguatan nilai tukar yuan menaikkan tingkat referensi antar valuta asing.
Selain itu, lanjut dia, adanya intervensi dari Bank Indonesia, serta rencana antisipasi Pemerintah terhadap suplai bahan kebutuhan pokok untuk kendalikan inflasi dan perkiraan membaiknya ekonomi Indonesia pada 2014.
"Meski demikian, pergerakan nilai tukar rupiah masih memiliki ruang bergerak melemah seiring dengan aksi pelaku pasar yang masih beralih ke dolar AS menyusul dengan rencana pengurangan stimulus The Fed," katanya.
Meskipun Pemerintah telah menaikkan suku bunga acuan dan FASBI untuk mengendalikan laju pelemahan rupiah, namun sepertinya tidak banyak berpengaruh karena pelaku pasar lebih mengkhawatirkan efek samping selanjutnya dari hasil keputusan The Fed itu


http://www.bestprofit-futures.info/ 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...