Pada perdagangan saham Rabu pekan ini, indeks saham MSCI Asia Pasifik turun 0,6 persen pada pukul 09.17 waktu Tokyo. Indeks saham Jepang Topix merosot 0,5 persen. Indeks saham Australia sedikit berubah. Indeks saham Selandia Baru/NZX 50 turun dalam lima sesi perdagangan.
Bursa Asia cenderung tertekan ini imbas dari bursa saham AS alami posisi terendah dalam dua bulan. Sementara itu, dolar AS cenderung menguat ke level tertinggi dalam dua bulan ini.
Volatilitas yang terjadi di bursa saham seiring kekhawatiran pelaku pasar terhadap kebijakan bank sentral. Menurut Bank of America Corp, bank sentral mempertimbangkan memberikan stimulus untuk meningkatkan dana tunai oleh investor.
Selain itu, investor juga mencari posisi aman menjelang pertemuan bank sentral Jepang dan the Fed pada pekan depan.
"Investor disadarkan dengan valuasi tinggi, dan suku bunga rendah tidak akan terjadi selamanya. Selain itu, ada banyak risiko jelang pemilihan AS, beberapa pertemuan bank sentral, dan harga minyak masih bergejolak. Pasar menjadi bahaya ketika tergantung pada dukungan bank sentral," ujar Mark Lister, Head of Private Wealth Research Craighs Investment Partners, seperti dikutip dari laman Bloomberg, Rabu (14/9/2016).
Volatilitas pun terjadi di seluruh bursa saham global. Hal ini ditunjukkan dengan indeks saham MSCI All Country melonjak ke level tertinggi sejak pertengahan Juli.
"Sentimen bank sentral pengaruhi pasar, tidak hanya di AS tetapi secara global. Itulah kekuatan yang mendominasi di semua aset investasi," ujar Bret Chesney, Senior Portfolio Manager Alpine Partners.
Di pasar uang, indeks dollar Bloomberg sedikit berubah setelah naik 0,7 persen pada perdagangan Selasa pekan ini. Sedangkan yen melemah 0,2 persen dan ringgit merosot 0,7 persen.
Tak hanya kebijakan bank sentral AS, harga minyak juga turut menekan bursa Asia. Hal itu mengingat harga minyak berada di kisaran US$ 45 per barel.
Di perdagangan Asia, harga minyak naik 0,7 persen menjadi US$ 45,21 per barel usai melemah 3 persen. Berdasarkan data, stok minyak AS naik 1,44 juta barel pada pekan lalu sehingga menambah kekhawatiran pelaku pasar terhadap pasokan global yang berlebih. Badan Energi Internasional pun memperkirakan pasokan minyak berlebih berlanjut pada 2017.