Pada penutupan perdagangan pekan kemarin, harga emas mengalami volatile dengan harga mendekati level terendah dalam tiga pekan.
Melansir laman Kitco, Senin (19/6/2017), harga emas berjangka untuk Agustus di Comex berakhir negatif untuk minggu kedua. Harga emas terakhir diperdagangkan di posisi US$ 1.256,10 per ounce, turun lebih dari 1 persen dari hari Jumat sebelumnya.
Meskipun harga emas masih melemah namun masih ada beberapa optimisme di pasar karena keraguan jika Bank Sentral AS bisa secara agresif menaikkan suku bunga seiring kondisi ekonomi AS yang mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
Pada hari yang sama, Federal Reserve menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin dan hal mengejutkan pasar, laporan ekonomi yang menunjukkan data penjualan dan inflasi yang mengecewakan.
Penjualan ritel telah mengecewakan ekspektasi pasar selama empat bulan berturut-turut, sementara indeks harga konsumen inti turun ke level terendah dua tahun.
"Karena data terakhir, ada beberapa keraguan di pasar untuk percaya pandangan Federal Reserve," kata Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank.
Menurut Hansen, pasar emas berada dalam mode wait and see karena kekhawatiran resesi belum akan benar-benar hilang.
Hansen mengatakan meski ada risiko harga akan turun, ia tetap optimis terhadap harga emas bisa bertahan di atas US$ 1.190 per ounce.
Ronald-Peter Stoeferle, Fund Manager Incrementum AG juga sepakat bahwa risiko resesi tumbuh, dengan mengacu pada perataan akhir kurva imbal hasil pendek seperti spread antara imbal hasil 10 tahun. Penyebarannya berada pada level terendah sejak Agustus 2016.
"Untuk saat ini, pasar akan percaya pandangan Fed dan emas akan menderita. Namun emas akan mengambil momentum ketika pasar menyadari kekhawatiran resesi tidak akan pergi," dia menuturkan.
Sumber
liputan6.com