Melansir laman Reuters, Selasa (21/3/2017), harga emas di pasar Spot naik 0,44 persen menjadi US$ 1.233,92 per ounce, setelah menyentuh US$ 1.235,50, posisi tertinggi sejak 6 Maret. Sedangkan emas berjangka AS naik 0,3 persen menetap di posisi US$ 1.234 per ounce.
Harga logam mulia telah meningkat sejak Rabu pekan lalu, terpicu melemahnya dolar usai Federal Reserve menaikkan suku bunganya kendati kemudian terhenti sesaat. Hal ini terpicu prediksi akselerasi tajam terkait pengetatan moneter selama dua tahun ke depan. Harga emas memang sangat sensitif terhadap suku bunga.
"Saya pikir harga emas akan terus reli dan targetnya di atas adalah US$ 1.250," kata Phillip Streible, Broker Komoditas Senior RJO Futures di Chicago.
Dolar tercatat jatuh ke posisi terendah enam minggu sebelum pulih naik 0,1 persen terhadap sekeranjang mata uang.
"Saya tidak mengantisipasi bahwa Fed akan begitu agresif menaikkan tarif ... dan ada banyak ketidakpastian dengan Brexit resmi berlangsung bulan depan dan ada banyak pertanyaan beredar di Rusia," jelas Streible.
Seakan melanggar tradisi pertemuan G-20 sebelumnya yang menyerukan perdagangan bebas, pertemuan menteri keuangan G20 dan gubernur bank sentral hanya membuat referensi perdagangan di akhir pekan, seperti menerima langkah proteksionis Amerika Serikat.
Namun pasar global menolak langkah keras yang memperburuk kondisi, menekan saham, dolar dan minyak dan investor yang memilih ke safe haven emas. Logam mulia telah kembali pulih lebih dari US$ 35 dari posisi terendahnya sebelum pengumuman kebijakan Fed pada Rabu lalu, sementara dolar telah jatuh 1,7 persen.
Adapun harga komoditas lain seperti perak naik 0,3 persen menjadi US$ 17,37 per ounce. Sementara platinum naik 1,2 persen ke US$ 969,70 dan paladium menguat 1,1 persen menjadi US$ 781,20.
Sumber
liputan6.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar