VIVAnews - Diplomat top dari 30 negara berkumpul pada Senin pagi, 15 September 2014 di Quai d'Orsay, Prancis. Mereka kompak bersatu memberikan dukungan bagi Irak untuk melawan kelompok militan Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS) dengan berbagai cara, termasuk bantuan militer yang sesuai.
Stasiun berita Channel News Asia, Selasa, 16 September 2014, melansir pernyataan bersama yang disepakati oleh perwakilan 30 negara yang berisi sumpah memberantas ISIS direalisasikan sesuai dengan hukum internasional dan tidak membahayakan keamanan warga sipil.
Mereka menegaskan bahwa kelompok pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu, bukan hanya ancaman bagi Irak, tetapi juga seluruh komunitas internasional.
Puluhan negara itu juga merasa perlu untuk mengusir mereka dari Irak, wilayah yang telah mereka kuasai sebanyak 40 persen.
Membuka konferensi itu, Presiden Prancis, Francois Hollande, mengatakan tidak ada waktu yang terbuang dalam peperangan melawan para jihadis itu.
"Peperangan antara warga Irak melawan terorisme juga merupakan peperangan bagi kami," ungkap Hollande, yang menyerukan perlunya dukungan global yang jelas, loyal dan kuat terhadap Baghdad.
Sementara itu, beberapa jam sebelum konferensi dimulai, Menteri Pertahanan Prancis, Jean-Yves Le Drian, mengumumkan Paris bergabung dengan Inggris melakukan penerbangan pengintaian dalam rangka mendukung kampanye Amerika Serikat melawan ISIS. Tidak lama kemudian, dua pesawat jet tempur Prancis, Rafale, terbang dari pangkalan militer, Al-Dhafra di Uni Emirat Arab.
Sementara itu, di Brussel, Belgia, Kepala Organisasi Atlantik Utara, Anders Fogh Rasmussen, menyerukan perlunya aksi militer. Dia turut menyebut, ISIS merupakan sebuah kelompok teroris yang tidak perlu diberi kesempatan untuk bernegosiasi.
Presiden Irak, Fuad Massum, turut menggarisbawahi darurat krisis melawan ISIS. Sebab, kelompok militan itu bisa menduduki wilayah di negara lainnya.
Hasil pertemuan di Paris kemarin, berkat kerja keras Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, yang sibuk bersafari sejak Rabu pekan lalu untuk menggalang dukungan dari beberapa negara di kawasan Semenanjung Arab.
Sebanyak 10 negara Arab terbukti bersedia mendukung AS untuk menghancurkan ISIS. Negeri Kanguru tidak ingin ketinggalan, berjanji akan mengirimkan sebanyak 600 pasukan ke Irak.
"Kami tidak membangun sebuah koalisi militer untuk invasi, namun sebuah transformasi dan pengikisan ISIS. Kami memerangi sebuah ideologi dan bukan sebuah rezim," kata Kerry.
Sementara itu, Menlu Inggris, menyatakan walaupun AS siap menggelar serangan udara ke Suriah, namun negaranya belum mengambil keputusan serupa.
Tidak diajak
Kendati mengajak koalisi puluhan negara, namun AS tidak mengajak dua negara lainnya yang justru dipandang penting dalam pemberantasan ISIS. Kedua negara tersebut yakni Iran dan Suriah.
Presiden Barack Obama dalam pidatonya yang disampaikan pekan lalu menekankan, enggan bekerja sama dengan rezim Presiden Bashar al-Assad di Suriah, jika ingin melakukan serangan udara. Bagi Obama, Assad, sudah menjadi teroris bagi rakyatnya sendiri.
Alih-alih, Obama malah mengajak kelompok pemberontak yang menentang Assad untuk bekerja sama melawan ISIS.
Sementara itu, pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei justru menolak untuk bekerja sama dengan AS. Padahal, kelompok ISIS terdiri dari para jihadis Sunni yang menyasar kaum Muslim Syiah.
"Sejak awal, AS telah meminta melalui Duta Besarnya di Irak, apakah kami dapat bekerja sama. Saya katakan tidak, karena mereka memiliki tangan yang kotor," ujar Khamenei di situs resminya. (asp)
Best Profit Futures, Bestprofit Futures, PT Best Profit Futures, PT Bestprofit futures