Mengutip laman Reuters, Selasa (1/11/2016), harga emas di pasar Spot naik 0,03 persen ke posisi US$ 1.276,34 per ounce, di bawah posisi puncak pada Jumat pekan lalu di US$ 1.284,14 dan menutup Oktober dengan turun 3,1 persen.
Sementara harga emas berjangka AS untuk pengiriman Desember ditutup turun 0,3 persen menjadi US$ 1.273,10 per ounce.
Menurut Afshin Nabavi, Kepala Perdagangan di MKS, saat ini permintaan fisik emas sangat tenang. "Semuanya terjebak, dengan pemilu di Amerika Serikat, dan non-farm payrolls pada hari Jumat. Kami telah memiliki kisaran US$ 25 setiap harinya," ujar dia.
Harga logam mulia mencapai posisi tertinggi sejak 4 Oktober pada Jumat pekan lalu, setelah pengumuman FBI mengguncang pasar terkait langkah untuk menyelidiki lebih dalam mengenai penggunaan surat elektronik (email) dari calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton. Hal ini mendorong kerugian di saham dan dolar.
"Orang-orang telah menganggap pemilu itu menjadi milik Clinton. Jika ini berarti dukungan terhadapnya berkurang, pasar emas bisa mendapatkan keuntungan dari ketidakpastian itu," jelas Natixis, Analis Bernard Dahdah.
Sementara dolar AS juga naik sekitar 0,1 persen terhadap sekeranjang mata uang utama, sedangkan ekuitas global stabil setelah pengumuman FBI tersebut.
Pasar tampak tenang menjelang pertemuan Federal Reserve AS pada Selasa dan Rabu, dan sebelum rilisnya data payrolls Oktober AS pada Jumat.
Namun hampir tidak ada orang yang mengharapkan Gubernur Fed Janet Yellen dan pembuat kebijakan Fed lainnya untuk menaikkan suku bunga hanya seminggu sebelum pemilu.
"Saya tidak berpikir siapa pun mengharapkan kenaikan Fed pekan ini. Itu (pertemuan Fed) akan memberikan kejelasan lebih lanjut untuk kemungkinan kenaikan suku bunga Desember," kata salah seorang pedagang emas di Toronto.
Emas sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga AS, yang meningkatkan biaya kesempatan terhadap memegang bullion non-unggul lainnya, sementara meningkatkan dolar AS.
Sumber
liputan6.com