Melansir laman Reuters, Selasa (25/7/2017), harga emas di pasar spot mendatar di posisi US$ 1.254,45 per ounce, usai menyentuh US$ 1.258,79 per ounce, posisi tertinggi sejak 23 Juni.
Adapun emas berjangka AS menetap turun 60 sen, atau 0,05 persen ke posisi US$ 1.254,30 per ounce.
Penyelidikan dugaan campur tangan dan kolusi Rusia pada Pemilu AS di 2016, dipandang sebagai hambatan untuk rencana Pemerintah AS untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Adapun nilai tukar Dolar AS naik dari level terendah dalam lebih dari satu tahun, seiring kenaikan imbal hasil treasury AS. Investor bersiap untuk kemungkinan petunjuk dari The Fed perihal kenaikan suku bunga berikutnya.
"Dolar dan keputusan suku bunga AS akan menjadi penggerak utama minggu ini," ujar Analis SP Angel Sergey Raevskiy seraya menambahkan pasar juga akan bereaksi terhadap gejolak politik AS.
Mata uang AS yang lebih tinggi membuat emas dalam denominasi dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
The Fed akan menggelar pertemuan selama dua hari yang berakhir pada Rabu melalui sebuah pernyataan. "Kami sekarang berharap hanya ada satu kali kenaikan suku bunga tahun ini di Desember. Ini akan memberi latar belakang yang lebih positif untuk harga emas, yang baru-baru ini telah kembali terbalik karena Dolar AS," menurut Capital Economics dalam
catatan kuartal ketiganya.
Lembaga ini pun merevisi prediksi harga emas di posisi US$ 1.150 per ounce di akhir 2017.
Sementara harga perak naik 0,02 persen menjadi US$ 16,47 per ounce, setelah sempat naik ke posisi tertinggi US$ 16,59, sejak 3 Juli.
Harga Platinum turun 0,3 persen menjadi US$ 930,40, setelah naik ke
level tertinggi US$ 940,40 sejak 15 Juni, dan paladium naik 0,7 persen menjadi US$ 850,75.
Sumber
liputan6.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar