Demikian ungkap Dino yang ditemui media usai mengisi diskusi yang diselenggarakan Foreign Policy Community Indonesia bertajuk "Melawan ISIS" di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 Agustus 2014. Tujuan dari pertemuan ini, kata mantan Duta Besar Indonesia di Amerika Serikat tersebut, yakni untuk bertukar informasi mengenai kelompok militan tersebut.
"Saat ini, kami masih dalam tahap berbagai informasi, terutama mengenai warga negara yang bergabung ke dalam kelompok ISIS. Selain itu, kami juga berbagi informasi intelijen seperti seberapa besar kekuatan ISIS, gerak gerik mereka, dan kecenderungannya seperti apa," papar Dino.
Langkah ini diambil karena semua negara di Timur Tengah dan mayoritas penduduknya Muslim, sepakat menolak keberadaan ISIS. Sementara Pemerintah RI tidak mau lagi kecolongan tindak terorisme di masa lalu, ketika begitu banyak warga Indonesia yang berlatih perang di Afghanistan lalu kembali ke Tanah Air dan menebar teror.
"ISIS ini merupakan fenomena diplomatik baru. Kami masih terus belajar untuk mengenali pola-pola yang mereka gunakan," imbuh Dino.
Jumlah WNI
Ditanya jumlah warga Indonesia yang kini telah berada di Irak dan bergabung ke ISIS, Dino mengaku masih belum memiliki angka pasti. Sebelumnya, dia menyebut data sebanyak 56 WNI sudah bergabung dengan ISIS di Irak.
Namun, lanjut Dino, Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) menyebut jumlah WNI mencapai 100 orang. Ketidakpastian jumlah WNI yang turut berperang bersama ISIS ini karena petugas sulit melacak keberadaan mereka. Oleh sebab itu, kata Dino, prioritas utama Kemenlu yaitu ingin mengetahui di mana posisi WNI tersebut di Timur Tengah.
"Jika, memang mereka terbukti terlibat, maka kami ingin mengetahui lebih lanjut hal tersebut, karena jelas berperang di negara orang telah melanggar hukum," tegas Dino.
Selain itu, dengan saling berbagi informasi dengan beberapa negara di Timur Tengah, dapat memperingatkan mereka agar berhati-hati ketika memberi visa bagi WNI. Hal itu disebabkan, banyak WNI yang berangkat ke Irak atau Suriah melalui yang bukan konvensional.
"Dan untuk masuk ke negara-negara di Timur Tengah itu, mereka memerlukan visa. Namun, jalur yang dipilih memang bukan jalur reguler. Mereka memilih jalur antara lain Istanbul, Turki dan Doha, Qatar," kata dia.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa sebelumnya mengatakan WNI berangkat ke Irak atau Suriah dengan menggunakan fasilitas visa kedatangan (Visa on Arrival).
Sikap Pemerintah RI ini ditempuh paska ISIS mengeksekusi salah seorang wartawan Amerika Serikat, James Wright Foley dan direkam dalam sebuah video. Video itu kemudian dirilis ke media sosial, Selasa pekan lalu. (ita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar